Menperin boleh jadi Ketua Golkar: 'membuka jalan bagi partai lain'

Menperin boleh jadi Ketua Golkar: 'membuka jalan bagi partai lain'
Airlangga Hartarto, Golkar Hak atas foto partaigolkar.or.id Image caption Airlangga Hartarto (tengah) merangkap jabatan sebagai Menteri Perindustrian dan Ketua Umum Golkar.

Kalau rangkap jabatan mentri sebagai pengurus partai disebut tidak akan mempengaruhi kinerja, mengapa dulu Presiden Joko Widodo minta para menteri mundur dari kepengurusan partai?

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, tetap dipertahankan Presiden Joko Widodo meski merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai Golkar, padahal di masa kampanye dan awal kepemimpinannya Jokowi meminta semua menteri fokus pada tugasnya di kabinet dan mundur dari kepengurusan partai. Wiranto, misalnya, mundur dari jabatan ebagai ketua umum Partai Hanura.

Pakar politik Rahimah Abdulrahim dari The Habibie Centre mengatakan tidak konsistennya Jokowi tersebut bisa mendorong partai-partai lain untuk menuntut hak yang sama dan memilih pengurus partai dari jajaran menteri.

"Ini jadi membuka jalan, membuka kesempatan supaya terjadi. Makanya seharusnya perlakuan itu sama untuk semuanya, bukan hanya untuk satu partai saja," kata Ima.

PDIP dilaporkan akan meminta kadernya yang jadi menteri, bisa jadi pengurus aktif partai. Sebelumnya, Menteri Koodinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Puan Maharani, yang terpilih jadi pengurus PDIP, namun demi ketentuan tidak rangkap jabatan ia non aktif sebagai pemngurus partai.

Sementara Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, yang tadinya menjabat Ketua Umum Partai Hanura dan mundur, menepis kemungkinan itu.

"Tidak. Saya sudah bicara, saya tidak akan memimpin partai lagi."

Partai Nasdem yang kadernya sempat mundur dari kepengurusan partai akibat ditunjuk sebagai menteri juga tidak akan meminta kader-kadernya untuk kembali menjadi pengurus partai.

"Nasdem konsisten dan komit akan janji politiknya. Menteri-menteri yang membantu presiden melayani presiden secara purna waktu. Partai yang lain terserah dengan pertimbangannya tapi kami minta untuk kabinet yang efektif dan kabinet yang berjalan dengan baik," kata Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny Plate.

Namun sejumlah media melaporkan bahwa partai seperti PDI-P akan mempertimbangkan kadernya untuk memegang posisi di partai.

Pakar politik Rahimah Abdulrahim mengatakan jabatan rangkap akan menimbulkan kesulitan dalam mendorong akuntabilitas dari pemegang jabatan.

"Isu-isu akuntabilitas kan susah kalau dia merangkap. Kita tidak akan pernah tahu kepentingannya adalah untuk jabatan yang dia diberi amanah atau dia akan mengedepankan partainya," kata Ima.

Hak atas foto BIRO SETPERS Image caption Sekjen Golkar, Idrus Marham, juga dibiarkan merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial.

Pengamat politik lain dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, juga menyayangkan keputusan Presiden Jokowi karena bisa mempengaruhi kinerja kabinetnya. Dia merujuk secara khusus rangkap jabatan Airlangga Hartarto.

"Ini posisinya Menteri di jabatan yang strategis yaitu Menteri Perindustrian. Ini kan sektor ekonomi yang sangat penting sehingga membutuhkan fokus dalam pekerjaan. Ini yang penting diawasi oleh publik," tutur Sri Wardani.

Selain itu, posisi Airlangga itu juga rawan kepentingan yang tumpang tindih.

"Apalagi jabatan rangkapnya ketua umum, fokusnya kan mengurusi partainya. Secara struktural dia di bawah presiden tetapi secara politik, sebagai Ketua Umum Golkar dia juga bisa menjadi partai yang akan bisa membantu presiden menjadi pencalonan ke depan. Jadi kan ada situasi kepentingan yang tumpang tindih," tambah Sri.

Selain Airlangga, Menteri Sosial yang baru diangkat, Idrus Marham, juga merangkap jabatan sebagai Sekjen Golkar.

Saat ini ada 18 kader partai yang menjabat sebagai menteri dan pejabat setingkat menteri, atau kurang dari setengah keseluruhan menteri Jokowi di kabinet kerja.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.