Ternyata, Warga Tenabang Yang Tolak Penataan Anies Sudah Lama Tinggal di Bogor
Eramuslim.com – Program Pemprov DKI Jakarta yang mulai hari Jumat (22/12/2017), menerapkan penataan kawasan Pasar Tanah Abang ditolak sebagian warga.
Suara bernada penolakan salah satunya disampaikan oleh Ketua RW 01, Jalan Jati Baru X, Tanah Abang, Budiharjo. Dia mengaku keberatan karena dampak dari program tersebut akses jalan terpaksa ditutup.
Anehnya, berdasarkan penulusaran TeropongSenayan, diperoleh kabar bahwa sosok Ketua RW 01, Jalan Jati Baru X, Tanah Abang, Budiharjo yang menolak penertiban ala Anies-Sandi, ternyata sudah tidak lagi tinggal di kawasan Tanah Abang.
Seorang warga RW 001 kelurahan Kampung Bali, mengungkapkan, bahwa Budiharjo sudah lama tinggal di rumahnya yang terletak di kawasan Bogor.
“Haji Budi (panggilan Budiharjo) itu setau sudah lama tinggal di rumahnya yang di Bogor mas. Dia sudah lama tidak di sini (Tanah Abang),” kata pria yang minta identitasnya dirahasiakan.
Menurut dia, Budiharjo minggat ke Bogor sejak sebagian besar rumah warga di wilayah RW 01, Jalan Jati Baru X, Tanah Abang, terkena pembebasan lahan oleh Pemprov.
“Sejak ada pembebasan itu (pindah), karena sekitar 85 persen warga terkena pebebasan. Makanya sekarang warga (di RW 01) sudah tinggal beberapa orang saja,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Komisi A DPRD DKI, Riano P Ahmad menyatakan, bahwa penataan yang dilakukan Pemprov DKI tersebut sudah tepat.
Riano menilai, terobosan yang diusung Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno itu merupakan jawaban yang bijak terhadap permasalahan yang berlarut-larut terjadi di Tanah Abang.
“Ini terobosan baru, sebagai jawaban dari tantangan Pemprov DKI. Meskipun ada Blok G, saya bilang jangan ada pemberangusan terhadap pedagang kecil (PKL), tetapi harus ada konsep penataan yang semangatnya melindungi semua. Harus ada ruang bagi para PKL,” kata Riano kepada wartawan, di gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2017).
Riano meminta masyarakat sekitar Jl Jati Baru yang menolak pemberlakuan program penataan ala Anies-Sandi lebih objektif.
Apalagi, Riano menyebut, sebelum program tersebut diberlakukan sebelumnya juga sudah dilakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait, baik kepada warga maupun para pedagang.
“Kemarin semuanya nerima. Tidak ada penolakan apapun. Makanya saya heran saja kalau sekarang tiba-tiba ada suara bernada penolakan,” ucap Riano penasaran.
Namun demikian, politisi PPP ini mengingatkan, bagi siapapun yang merasa ada yang kurang pas agar sebaiknya hal itu disampaikan dengan cara-cara yang elegan, tanpa membuat kegaduhan baru.
“Jadi, menurut saya, siapapun silahkan menyampaikan aspirasinya. Tapi kalau ada saran atau masukan, ya.. disampaikan saja kepada Pak Gubernur atau lewat kami di dewan. Jangan bikin gaduh-gaduh yang tidak perlu lah. Saya heran aja, kemarin waktu sosialisasi kemana? Kok baru ribut sekarang,” sembur Riano.
Sebagaimana diberitakan, sebelumnya Ketua RW 01, Jalan Jati Baru X, Budiharjo mengaku keberatan dengan ditutupnya akses jalan akibat dampak penataan PKL ala Anies-Sandi.
“Ini depan rumah. Mobil saya enggak bisa jalan. Saya semalam di telepon sama warga untuk pulang lantaran akses jalan tertutup,” kata Budiharjo di Jl Jati Baru depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2017).
Dia juga mengatakan sebagai ketua RW tidak dilibatkan untuk sosialisasi penerapan tersebut. Budiharjo mengklaim, masih ada 6 RW yang menolak adanya penutupan jalan untuk lapak pedagang kaki lima (PKL) itu.
“Respon dari masyarakat sangat berkeberatan. Sarana umum jalan dipakai untuk pedagang karena akses-akses Jalan Jati Baru X tertutup jadi akses warga kita masih ada 6 RW punya kendaraan semua. Dan pengusaha yang punya kendaraan semua. Tidak bisa keluar,” jelas Budiharjo.
Dia juga menyebut, cara Anies menata kawasan Tanah Abang masih kurang maksimal. Menurutnya, penataan yang dibuat Anies berbeda dengan tata kelola yang dibuat semasa jabatan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama ketika memimpin Jakarta.
“Di satu sisi saya mendukung Pak Anies-Sandi untuk menata kaki lima. Tapi bukan dengan cara seperti itu. Pak Gubernur waktu itu Jokowi di lanjutkan Basuki Tjahaja Purnama itu tidak seperti ini,” ungkap Budiharjo.
Apalagi, kata diia, para pedagang yang menempati lapak tersebut bukanlah murni pedagang di kawasan Tanah Abang. Budiharjo pun menjamin bahwa mereka bukanlah pedagang di sana.
“Pedagang sini tidak murni dengan pedagang sini. Bohong, tanya sama saya. Ayah saya kelahiran sini,” tegas Budiharjo.(kl/ts)
loading...
Tidak ada komentar: