Penyedia Komponen E-KTP Diduga Milik Setnov
KENDARIPOS.CO.ID — Konstruksi mega korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) semakin kuat dengan tambahan alat bukti putusan bersalah Andi Agustinus alias Andi Narogong. Hanya, di dalam putusan itu belum menyebutkan total keseluruhan fee atau keuntungan yang diperoleh Setya Novanto (Setnov) dan anggota DPR periode 2009-2014.
Mantan ketua umum DPP Partai Golkar itu hanya disebut menerima sebagian fee saja, yakni sebesar USD 7,3 juta dari Anang Sugiana Sudihardjo serta hadiah kompensasi berupa jam tangan mewah Richard Mille seri RM 011 seharga USD 135 ribu dari Andi Narogong dan Johannes Marliem. Sedangkan kelompok DPR diduga menerima USD 12,856 juta dan Rp 44 miliar.
Lantas kemana aliran uang haram yang diduga diperoleh Setnov dan kalangan dewan dari keuntungan “bermain” proyek e-KTP itu? Sumber Jawa Pos mengatakan, selain dari Anang S. Sudihardjo, Setnov sebenarnya diduga juga mendapat keuntungan dari sejumlah perusahaan lain yang juga turut dalam permainan tender e-KTP.
”Selain PT Murakabi dan PT Mondialindo, terdapat 14 perusahaan yang terafiliasi dengan SN terkait permainan tender dan supplier e-KTP,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya itu. Fakta itu sejatinya sempat terungkap dalam persidangan Andi Narogong. Hanya, belum ada keterangan kuat soal indikasi perusahaan yang terafiliasi dengan Setnov tersebut.
Keterangan soal 14 perusahaan itu disampaikan mantan Dirut PT Murakabi Sejahtera Deniarto Suhartono dalam sidang Andi Narogong pada 6 November lalu. Dia menyatakan bahwa kantor PT Murakabi di lantai 27 Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan digunakan sebagai alamat 14 perusahaan lebih. Padahal, kantor milik Setnov itu hanya diisi 3 pegawai saja.
Sumber Jawa Pos itu membeberkan, diantara perusahaan Setnov itu, salah satunya turut serta sebagai penyedia chip dan percetakan kartu e-KTP. Berdasar dakwaan Setnov, hanya ada dua pihak yang ditunjuk sebagai penyedia komponen e-KTP berbasis nomor induk kependudukan (NIK) tersebut.
Yakni, Paulus Tannos (Dirut PT Sandipala Arthaputra) dan Vincent Cousin selaku Country Manager STMicroelectronics for Indonesia. Nah, satu dari dua pihak itu lah yang disinyalir terafiliasi dengan Setnov. Artinya, keuntungan penyedia chip itu juga menjadi bagian penerimaan Setnov. ”Salah satunya supplier chip e-KTP,” ungkap sumber tersebut.
Keterangan soal adanya perusahaan lain yang terafiliasi dengan Setnov dibenarkan penyidik KPK Novel Baswedan. Novel yang menjadi bagian dari pengusutan kasus e-KTP sebelum insiden penyiraman air keras 11 April lalu itu mengatakan, Setnov memang memiliki banyak perusahaan yang berkaitan dengan e-KTP. Baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.
Hanya, mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu yang kini masih berada di Singapura itu belum mau mengungkapkan nama-nama perusahaan itu. Meski demikian, dia memastikan bahwa semua perusahaan tersebut satu persatu akan terungkap dalam persidangan nanti. ”Tentu itu menjadi bagian dari strategi kami,” paparnya kepada Jawa Pos.
Bila benar salah satu penyedia chip e-KTP tersebut merupakan milik Setnov, maka keuntungan yang diperoleh bisa lebih dari USD 7,3 juta. Sebab, sebagaimana diketahui, pada tahun 2011 pengadaan blangko KTP berbasis chip sebanyak 67.015.400 keping untuk 197 kabupaten/kota. Sedangkan pada 2012 sebanyak 105.000.000 keping di 300 kabupaten/kota.
Merujuk dakwaan Irman dan Sugiharto, satu keping e-KTP di pengadaan itu dihargai Rp 18.000. Sedangkan satu chip dihargai Rp 9.400. Padahal, harga wajar chip itu sebenarnya Rp 3.675. Bila dikalkulasi, selisih dari harga pengadaan dan harga wajar tersebut bisa dihitung menjadi keuntungan vendor chip.
Terkait indikasi bahwa Setov terafiliasi dengan penyedia chip e-KTP, penasehat hukum (PH) Setnov Maqdir Ismail belum memberikan tanggapan. Saat dihubungi Jawa Pos, Maqdir tidak merespon.
Sementara itu, Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan informasi terkait aliran dana e-KTP yang diduga mengalir ke perusahaan Setnov dipastikan bakal terbuka di persidangan. Pihaknya belum mau menerangkan detail soal informasi tersebut. ”Informasi terkait itu tidak bisa dipublikasikan, tapi yang jelas nanti akan terbuka di persidangan,” ujarnya.
Yang jelas, sampai saat ini KPK terus mendalami indikasi kepemilikan saham keluarga Setnov yang tersebar di sejumlah perusahaan. Antara lain, PT Murakabi Sejahtera dan PT Mondialindo Graha Perdana. Jumat (22/12), penyidik memeriksa Setnov dan anaknya, Reza Herwindo terkait dengan kepemilikan saham itu. ”Keduanya diperiksa untuk ASS (Anang). Tidak dikonfrontir, keduanya diperiksa secara terpisah,” ucap Priharsa.
Reza diketahui menjadi pemegang saham PT Mondialindo bersama ibunya, Deisti Astriani Tagor. Nah, perusahaan itu juga menjadi pemegang saham mayoritas di PT Murakabi Sejahtera. Di Murakabi, ada keponakan Setnov, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo serta putri Setnov, Dwina Michaella yang menjabat sebagai direktur dan komisaris.
Priharsa menambahkan, strategi pembuktian Setnov dalam kasus e-KTP sudah dipersiapkan tim jaksa penuntut umum (JPU). Pihaknya saat ini fokus pada agenda pembacaan tanggapan di sidang Setnov pada Kamis (28/12) mendatang. ”Rencana untuk pembuktian dakwaan itu telah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh JPU,” imbuh pria berkacamata itu.
Terkait dengan putusan Andi Narogong, Priharsa menyebut bahwa ada beberapa hal yang bakal digunakan untuk menguatkan sidang perkara Setnov. Hanya, itu semua bergantung kebutuhan. ”Strategi telah disiapkan termasuk siapa-siapa saja saksi yang akan dimintai keterangan di persidangan,” jelas dia. Disisi lain, Setnov dan Reza tidak mau bersuara usai diperiksa KPK. (tyo/jpg)
Tidak ada komentar: