Ekosistem Balikpapan berpotensi rusak, Pertamina enggan bicarakan ganti rugi

Ekosistem Balikpapan berpotensi rusak, Pertamina enggan bicarakan ganti rugi
Balikpapan Hak atas foto TWITTER/SUTOPO PURWO NUGROHO Image caption Aparat kepolisian dan TNI mengambil sampel tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

PT Pertamina (Persero) belum menegaskan niat untuk membayar ganti rugi atas kerusakan ekosistem dan dampak sosial masyarakat yang disebabkan tumpahan minyaknya di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.

Manager Communication and CSR Pertamina Region Kalimantan, Yudi Nugraha, menyebut pihaknya enggan membahas tanggung jawab tumpahan minyak (oil spill) sebelum kepolisian menuntaskan investigasi.

Apalagi, kata Yudi, kepolisian menduga pipa Pertamina dari arah Lawe-lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara, itu bocor karena alasan eksternal.

"Kami sedang menyelidiki, tapi tidak ingin mengeluarkan statement yang belum ada bukti nyata," ujar Yudi, Kamis (05/04), seperti dilaporkan wartawan di Balikpapan, Debi Aditya, untuk BBC Indonesia.

Dalam kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tumpahan minyak dari pipa Pertamina menjalar hingga seluas 12.987,2 hektare di Teluk Balikpapan.

Angka itu muncul dari analisis citra satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Pada kajian yang sama, minyak itu tercatat tersebar di sepanjang pantai Penajam Pasir Utara hingga Balikpapan sejauh kurang lebih 60 kilometer dan tumpahan minyak juga berdampak negatif pada ribuan tanaman mangrove dan binatang laut.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebut empat kawasan terumbu karang di Balikpapan rusak, yaitu Pulau Balang, Janebora, Tanjung Batu, dan Tanjung Jumpai.

Menurut Walhi, empat mamalia yang dilindungi terpaksa menjauh dari habitat mereka yang tercemar tumpahan minyak, yaitu pesut, lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba tanpa sirip belakang dan dugong.

Hak atas foto Imeida Tandrin/via REUTERS Image caption Penampakan Teluk Balikpapan yang tercemar tumpahan minyak dari pipa Pertamina (dari pesawat tak berawak tertanggal 4 April).

Meski penyidikan kepolisian masih berlangsung, anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Mauliddin, menganggap tumpahan minyak itu tetaplah berawal dari kelalaian Pertamina.

Mauliddin berkata, pemerintah tidak boleh merugi akibat kerusakan lingkungan itu karena membayar dampak ekosistem dan sosial.

"Posisi keuangan Balikpapan untuk pembiayaan yang lain-lain masih kurang. Pertamina harus memberikan perhatian, jangan sampai APBD tergerus untuk mengurus kesalahan mereka," tuturnya.

Tak hanya itu, selain santunan, Mauliddin menyebut Pertamina harus pula memperkerjakan keluarga lima nelayan yang tewas akibat kebakaran di Teluk Balikpapan, Sabtu (31/03) pekan lalu.

Ketika itu api diduga berasal dari tumpahan minyak Pertamina.

"Nelayan yang menjadi korban adalah tulang punggung keluarga. Tolong Pertamina pedulikan keluarga mereka," ucapnya.

Hak atas foto WALHI KALTIM Image caption Pemerintah Kota Balikpapan enyatakan keadaan darurat atas pencemaran minyak di Teluk Balikpapan.

Sebelumnya, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Tri Bangun Laksana, menyatakan tengah mempersiapkan tuntutan perdata dan ganti rugi atas kerusakan ekosistem Teluk Balikpapan.

Tuntutan itu nantinya akan diajukan kepada pihak yang dituding kepolisian bertanggung jawab atas tumpahan minyak tersebut.

"Tim KLHK sudah bekerja sejak minggu lalu, untuk menghitung semua itu, terlepas dari penyebabnya apa, tapi bahwa ini telah merugikan habitat, masyarakat dan lainya," ujarnya seperti dilansir Tribun Kaltim.

Swadaya

Sejak tumpahan minyak Pertamina diketahui publik pada 31 Maret lalu, penduduk setempat berinisiatif membersihkan pemukiman mereka.

Meski pada saat yang sama pegawai Pertamina dan petugas dari sejumlah instansi pemerintah juga melakukan upaya serupa.

Hak atas foto Antara Foto/Sheravim/via REUTERS Image caption Warga Balikpapan ikut membersihkan tumpahan minyak Pertamina dengan menggunakan peralatan seadanya seperti ember dan ciduk.

Lurah Margasari, Ride, menyebut setidaknya 80 warga dari 16 RT di wilayahnya bekerja bakti mengumpulkan tumpahan minyak pekat namun ketiadaan bantuan untuk tempat sampah menyulitkan mereka membuang limbah yang bercampur minyak.

"Sudah ribuan liter yang terkumpul. Tapi kami minta difasilitasi karena sampah yang terpapar limbah minyak perlu penanganan khusus," kata Ride.

Adapun, Lurah Baru Ulu, Muhammad Rizal, berkata Pertamina telah memeriksa kesehatan warganya selama tiga hari terakhir: "Total warga yang sudah diperiksa, sejauh ini sekitar tiga ratus orang."

Hak atas foto Dokumen KLHK Image caption Penduduk setempat diminta berhati-hati agar tak memicu kebakaran.Bau yang 'sudah menguap'

Di luar persoalan ganti rugi, Pertamina menjamin tumpahan minyak yang menjalar ke pemukiman apung di pesisir Balikpapan tak membahayakan warga.

Yudi Nugraha mengatakan, potensi kebakaran akibat tumpahan minyak itu jauh menurun dibandingkan hari-hari pertama usai kebocoran pipa bawah laut Pertamina.

"Tim kami sudah turun. Hasil gas test, potensi kebakaran sudah relatif aman. Meski ada baunya, tapi sudah menguap. Tapi warga harus tetap berhati-hati," kata Yudi.

Lebih dari itu, Yudi menyebut pipa-pipa Pertamina pada kedalaman 20 meter di bawah permukaan laut perairan Balikpapan dalam kondisi prima.

Yudi berkata, pengecekan pipa terakhir kali digelar Desember 2017 dan rencananya baru akan diperiksa ulang lagi pada 2019 mendatang.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.