'Hari tanpa bayangan': Apa pengaruhnya bagi Indonesia?
Masyarakat Indonesia di daerah yang dilewati garis khatulistiwa dapat mengamati fenomena yang disebut 'hari tanpa bayangan' pada Rabu (21/03), kata Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Matahari berada tepat di atas ekuator sehingga bayangan benda tegak lurus akan menjadi begitu pendek sehingga tidak tampak. Pada saat itu, matahari juga akan menjadi lebih terik.
Peristiwa yang dinamakan vernal equinox ini akan mencapai puncaknya pada pukul 11:50 waktu setempat, ketika matahari mencapai titik puncak atau kulminasi.
''Super Blue Blood Moon' yang spektakuler kendati banyak terhalang awan Satelit Lapan A3 diluncurkan untuk bantu 'identifikasi' kapal pencuri ikan'Hari tanpa bayangan' terjadi karena kemiringan sumbu rotasi bumi terhadap bidang orbit bumi, kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin. Kemiringan itulah yang menyebabkan matahari tampak berubah posisi dari selatan ke utara, dan balik lagi ke selatan.
"Ketika posisi matahari di langit sama dengan lintang tempat suatu kota, pada tengah hari matahari tepat berada di atas kepala sehingga benda tegak bayangannya jatuh di dasar benda tersebut. Bayangan tidak akan tampak," kata Thomas kepada BBC.
Pergeseran periodik matahari itu juga berujung pada perubahan musim, Thomas menambahkan. Hal itu ditandai dengan perubahan suhu di daerah lintang tinggi dan perubahan arah angin serta daerah pembentukan awan.
"Perubahan arah angin dan pembentukan awan tersebut yang menyebabkan perubahan musim di Indonesia dengan adanya musim hujan dan kemarau," jelas Thomas.
Menurut LAPAN, fenomena ini dapat diamati di kota Pontianak, juga daerah lain yang dilalui garis khatulistiwa; misalnya Bonjol, Bontang, Riau, Parigi Moutong, Kepulauan Kayoa, Amberi, hingga Gebe.
Fenomena ini berlangsung dua kali dalam setahun; berikutnya diperkirakan terjadi pada 23 September mendatang.
Tidak ada komentar: